Penyuapan Akil Mochtar?

Bonjourrrrr guyyss!big grin
Berhubung kalo mau ngomongin Pak Jokowi-Pak Ahok uda mainsteam a.k.a pasaran banget, nah makanya kali ini saya akan ngebahas tentang seorang Ketua salah satu dewan politik negara kita yang baru-baru ini melakukan suap-menyuap a.k.a KORUPSI! So? Check it out!

SIAPAKAH 'AKIL MOCHTAR' ITU?
Wah, sepertinya ada nama yang baru terdengar nih. Akil Mochtar. Ya seperti yang kita tau, Akil Mochtar merupakan mantan Ketua Dewan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Uda pada dong kan apa itu Mahkamah Konstitusi? Kalo yang bahasa oenyoe nya itu MK? Hihihi!big grin
Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa jabatan 3 tahun. Masa jabatan Ketua MK selama 3 tahun yang diatur dalam UU 24/2003 ini sedikit aneh, karena masa jabatan Hakim Konstitusi sendiri adalah 5 tahun, sehingga berarti untuk masa jabatan kedua Ketua MK dalam satu masa jabatan Hakim Konstitusi berakhir sebelum waktunya (hanya 2 tahun).

Nah setelah uda tau mengenai Mahkamah Konstitusi, mari kita kembali ke topik kasus penyuapan Akil Mochtar. Sebenarnya saya sendiri baru pertama kali mendengar nama tersebut. Jujur setelah membaca nama tersebut, saya langsung teringat dengan salah satu teman saya yang memiliki unsur nama yang sama, yaitu Mochtar Yadi Santoso. Hahaha, namun setelah saya searching di berbagai situs search engine akhirnya saya menemukan kejelasan nama itu. Yaitu sebagai berikut:
Dr. H. M. Akil Mochtar, S.H., M.H. (lahir di Putussibau, Kalimantan Barat, 18 Oktober 1960 umur 53 tahun) adalah Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia periode 2013 dan Hakim Konstitusi periode 2008-2013. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai anggota DPR RI periode 1999-2004, dan kemudian terpilih lagi untuk periode 2004-2009, juga sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI (bidang hukum, perundang-undangan, HAM dan keamanan) periode 2004-2006. Akil bergabung menjadi Hakim Konstitusi pada tahun 2008, dan terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pada bulan April 2013 menggantikan Mahmud MD, namun karena terbukti terlibat dan menjadi tersangka dalam kasus penyuapan sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, Banten diberhentikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada tanggal 5 Oktober 2013 lalu.

Nah kasus penyuapan itulah yang menyebabkan statusnya yaitu Ketua Mahkamah Konstitusi berubah menjadi "MANTAN" Ketua Mahkamah Konstitusi.
Mungkin apakah masih ada yang belum tau mengenai kasus penyuapan MANTAN Ketua Mahkamah Konstitusi ini? Mari kita simak kutipan berita berikut ini:
 
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa eks Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, dengan pasal berlapis karena telah melakukan perbuatan melanggar hukum berupa menerima suap, gratifikasi dan melakukan pencucian uang terkait pengurusan penanganan sengketa Pilkada di MK.

Atas perbuatannya itu, Akil terancam dipidana selama 20 tahun penjara. Dalam dakwaan pertama, JPU menyatakan suami Ratu Rita itu menerima suap Rp3 miliar terkait penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Kemudian, Rp1 miliar untuk penanganan atas permohonan keberatan  hasil Pilkada Lebak, Banten, serta Rp10 miliar dan USD500 ribu atas penanganan sengketa Pilkada Empat Lawang.

Lalu, menerima Rp19,86 miliar atas  permohonan keberatan hasil Pemilukada Kota Palembang, dan untuk memuluskan sengketa Pilkada Kabupaten Lampung, Akil didakwa menerima Rp500 juta.

"Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan yang menerima hadiah atau janji," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pulung Rinandoro saat membacakan berkas dakwaan Akil di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/2/2014).

Akibat perbuatannya, Akil pun terancam dijerat Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sementara itu, dalam dakwaan kedua terkait penerimaan gratifikasi untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan Kabupaten  Buton, ia didakwa menerima Rp1 miliar. Lalu, untuk penerimaan atas sengketa Pilkada Kabupaten Tapanuli, Akil didakwa menerima Rp1,8 miliar, dan Rp2,989 miliar untuk sengketa Pilkada Morotai, serta Rp10 miliar terkait permohonan keberatan hasil Pilkada Jawa Timur.

Terkait hal itu,  Akil diancam terjerat Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Didakwaan ketiga, sambung JPU, Akil didakwa telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai ketua MK dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Dengan meminta Wakil Gubernur Papua Alex Hesegem memberi uang Rp125 juta sebagai ongkos konsultasi mengenai perkara pemohonan keberatan hasil Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, dan Kabupaten Boven Digoel.

Akil juga diminta untuk membantu mempercepat putusan sengketa Pilkada tersebut. Akibat perbuatannya, ia diancam terjerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Di dakwaan ke empat,  Akil juga didakwa menerima hadiah senilai Rp7,5 miliar dari Adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Ini diberikan terkait penanganan sengketa Pilkada di Provinsi Banten, dengan kewenangan Akil selaku hakim konstitusi di MK.

Atas perbuatannya itu, diancam terjerat Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Didakwaan kelima, Akil juga didakwa bersama Muhtar Ependy terhitung sejak 22 Oktober 2010 hingga 2 Oktober 2013 melakukan pencucian uang, dan diancam dengan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

"Terdakwa  didakwa melanggar pasal pencucian uang dalam rentang waktu antara 17 April 2002 sampai 21 Oktober 2010 sehingga didakwa melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana," tukasnya.(ful)
Yap seperti itulah kasus penyuapan Akil Mochtar. Beliau memang telah terbukti salah besar atas tindak penyuapan tersebut. Dan menurut persidangan terakhir, beliau akan positif dikenakan hukuman 20 tahun penjara.
Menurut saya sendiri, langkah pemerintah dalam menanggapi permasalahan ini semoga lebih diperketat dan tidak ada lagi diskriminasi mengenai hukuman yang diterima oleh setiap warga negara yang terbukti bersalah, walaupun mereka berasalah dari kedudukan pemerintah yang tinggi sekalipun. Karena seperti yang sudah-sudah telah banyak terjadi perbedaan jenjang antar si kaya dan si miskin dalam urusan pemerintahan.

Okay guys, sekian dulu postingan kali ini. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita sebagai warga negara Indonesia! SALAM INDONESIA!:face44:

Regards,
Helena Keicya


beberapa info dikutip dari:

0 komentar: